Halaman ini didedikasikan penuh untuk merilis tulisan yang seharusnya saya rilis bersama sahabat, saudara, dan belahan jiwaku Panjul a.k.a. Vanxdjingan a.k.a. Fandi Taher Ahmad. Seorang petarung, petualang, guru, dan rumah tempat kembali saat diri ini tersesat. Semoga halaman ini dapat menjadi cara baru bagi kita untuk berkomunikasi dan supaya komunikasi ini tidak hanya satu arah, sesekali tolong datangi aku dalam mimpi-mimpiku. Tidak lupa bawa juga nahab dari surga dan ajak teman-teman barumu di surga untuk nongkrong bersama, Bob Marley dan Kurt Cobain sepertinya asik diajak bertukar pikiran, menulis lirik, dan mencipta nada bersama. Saat tulisan ini dibuat Ibumu sehat, abangmu masih tegar, kawan-kawanmu disini masih rajin mengunjungi rumah lama dan barumu. Sampai berjumpa lagi Jul. I fucking miss you brother.
Kemewahan yang Terlupakan
Sejauh mana kemewahan memberi dampak yang terasa dalam hidup.
Jika semua hanya menjadi pengejaran tanpa akhir yang tak kunjung mengisi rasa di dalam dada,
Apakah kita tak menjadi budak bagi konsumerisme?
Cepat rasanya untuk menjawab "Yang kau cari itu kemewahan yang terlupakan!"
Ingin rasanya diri ini menjawab seperti murid paling pintar di kelas
yang tak kunjung puas menjawab pertanyaan gurunya.
Menelepon orang tua, berjalan-jalan, mengajak anjing bermain,
percakapan penuh omong kosong di malam hari sambil menunggu kantuk menyambar,
angin sejuk di pagi hari dalam perjalanan menuju kantor yang jauh dari
hiruk pikuk jalanan ibukota, dan masih banyak lagi.
Seperti orang bodoh kadang rasanya menulis ini, diri ini seperti
orang yang tak terima kalah dalam perdebatan yang bahkan tidak satupun
memulainya. Biar semua orang tahu kalau aku paham tentang kemewahan ini.
Mencuat perlahan pemikiran yang menyerang balik semua ide tersebut
bahwa sejatinya saya tidak mampu meraih lebih banyak, bersembunyi dibalik
filosofi untuk menutupi kegagalan seorang underachiever.
Pertanyaan sesungguhnya adalah apakah ada amin ketika aku
menyebut mewah itu sesungguhnya hal-hal sederhana yang terlewatkan
karena begitu sering kita berhadapan dengannya. Hanya saat kemewahan itu
direngut baru aku bisa sadar bahwa aku sudah miskin di momen itu.
Gejolak ingin menelpon ortuku pun membara takut esok hari tak ada suara mereka
dibalik telepon. Namun jam sudah menunjukkan pukul 22.05 mereka sepertinya sudah tidur.
Aku berjudi dengan kemewahan ini untuk malam ini.
Menulis seperti ini tanpa beban deadline pekerjaan dengan 2 hari di depan
adalah hari libur baru kusadari adalah kemewahan lainnya yang sering aku
biarkan berkarat. Berapa banyak akhir pekan yang aku biarkan membusuk tanpa
aku kunyah dan kuserap sari-sarinya. Sungguh suatu pemborosan jika harus
melihat kembali semua. Ingin berjanji tentang bagaimana diri ini akan
merebut semua kemewahan ini kembali dan menjadi orang terkaya di bumi
tapi sepertinya aku terlebih dahulu harus mengamini kemewahan yang kukejar
tanpa menjadi naif dan gagal membedakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi
dan filosofi abstrak yang menenangkan jiwa. Tanpa memaksakan kepada para
pendengar dan terus mengkoleksi semua kemewahan itu satu-persatu dan mendepositkannya
dalam fragmen yang beterbangan didalam angan. Kubawa mati, nanti, kuharap aku
punya kesempatan untuk memeluk kemewahan itu didetik-detik aku pergi dari sini.
J - 20230310
Sejauh mana kemewahan memberi dampak yang terasa dalam hidup.
Jika semua hanya menjadi pengejaran tanpa akhir yang tak kunjung mengisi rasa di dalam dada,
Apakah kita tak menjadi budak bagi konsumerisme?
Cepat rasanya untuk menjawab "Yang kau cari itu kemewahan yang terlupakan!"
Ingin rasanya diri ini menjawab seperti murid paling pintar di kelas
yang tak kunjung puas menjawab pertanyaan gurunya.
Menelepon orang tua, berjalan-jalan, mengajak anjing bermain,
percakapan penuh omong kosong di malam hari sambil menunggu kantuk menyambar,
angin sejuk di pagi hari dalam perjalanan menuju kantor yang jauh dari
hiruk pikuk jalanan ibukota, dan masih banyak lagi.
Seperti orang bodoh kadang rasanya menulis ini, diri ini seperti
orang yang tak terima kalah dalam perdebatan yang bahkan tidak satupun
memulainya. Biar semua orang tahu kalau aku paham tentang kemewahan ini.
Mencuat perlahan pemikiran yang menyerang balik semua ide tersebut
bahwa sejatinya saya tidak mampu meraih lebih banyak, bersembunyi dibalik
filosofi untuk menutupi kegagalan seorang underachiever.
Pertanyaan sesungguhnya adalah apakah ada amin ketika aku
menyebut mewah itu sesungguhnya hal-hal sederhana yang terlewatkan
karena begitu sering kita berhadapan dengannya. Hanya saat kemewahan itu
direngut baru aku bisa sadar bahwa aku sudah miskin di momen itu.
Gejolak ingin menelpon ortuku pun membara takut esok hari tak ada suara mereka
dibalik telepon. Namun jam sudah menunjukkan pukul 22.05 mereka sepertinya sudah tidur.
Aku berjudi dengan kemewahan ini untuk malam ini.
Menulis seperti ini tanpa beban deadline pekerjaan dengan 2 hari di depan
adalah hari libur baru kusadari adalah kemewahan lainnya yang sering aku
biarkan berkarat. Berapa banyak akhir pekan yang aku biarkan membusuk tanpa
aku kunyah dan kuserap sari-sarinya. Sungguh suatu pemborosan jika harus
melihat kembali semua. Ingin berjanji tentang bagaimana diri ini akan
merebut semua kemewahan ini kembali dan menjadi orang terkaya di bumi
tapi sepertinya aku terlebih dahulu harus mengamini kemewahan yang kukejar
tanpa menjadi naif dan gagal membedakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi
dan filosofi abstrak yang menenangkan jiwa. Tanpa memaksakan kepada para
pendengar dan terus mengkoleksi semua kemewahan itu satu-persatu dan mendepositkannya
dalam fragmen yang beterbangan didalam angan. Kubawa mati, nanti, kuharap aku
punya kesempatan untuk memeluk kemewahan itu didetik-detik aku pergi dari sini.
J - 20230310
Si Paling Khusyuk
Dengan nama apakah kau harus kupanggil? Kau begitu akrab di mobil, di motor, kereta, pokoknya kapanpun aku sedang dalam keadaan bergerak menuju suatu tempat kau selalu hadir menemani. Seingatku kita punya ratusan, tepatnya ribuan janji yang terucap begitu khusyuk namun tepat saat kaki ini terhenti di tempat janji itu harus dimanifestasikan kau hilang begitu saja meninggalkanku dengan semua kekosongan ini. Entah kemana semua semangat yang begitu berapi-api ketika kaki ini menekan pedal gas, kemana perginya semua tatapan optimismu yang terlihat dari spion motormu, tebakanku kau menghampiri jiwa lain yang sedang bermusafir dan membisikkan ide-ide radikalmu sebelum nantinya kau tinggalkan seperti yang sudah kau lakukan kepada diriku. Atau mungkin cuma aku yang kau perlakukan seperti wanita salah bungkus dari diskotik? Satu yang pasti perjalanan berikutnya kau pasti akan mengunjungiku lagi dan menyanyikan lagu lamamu yang walaupun muak aku mendengarnya namun tetap kupinjamkan telinga ini. Jelas aku masih penasaran karena nampaknya omonganmu kali ini lebih khusyuk dari sebelumnya dan lebih masuk akal lagi. Ini akan menjadi titik balik ku setelah mendengarkannya. Namun lagi-lagi tepat saat standar motor kuturunkan dan belanjaan ini kuantarkan ke dalam kulkas ide-ide itu menjadi lebih dingin dari tembok es yang sudah menebal di dalam freezer. Aku tahu, kau akan kuberi nama si Paling Khusyuk. Akal sehatku menyarankan ku untuk tak lagi bersahabat denganmu, omonganmu tak begitu sehat untuk kukonsumsi harian. Tapi kurasa akal sehatku terlalu berlebihan, aku senang hidup dalam angan-angan dan hilang dalam awan tebal gelap itu. Rasanya membuatku pegal setelah mengenalmu apalagi jika sampai benar kulakukan semua bisikan maut mu pasti hidupku tidak akan senyaman sekarang. Biarkan saja aku hanyut dalam angin dingin yang kukenal itu, setidaknya dengan begitu citra diriku selamanya akan aman dalam genggamanku. Saatnya berangkat lagi dan biarkan si Paling Khusyuk yang memegang kemudi untuk hari ini. Kemana kita pergi hari ini Khus?
J-20230427
Dengan nama apakah kau harus kupanggil? Kau begitu akrab di mobil, di motor, kereta, pokoknya kapanpun aku sedang dalam keadaan bergerak menuju suatu tempat kau selalu hadir menemani. Seingatku kita punya ratusan, tepatnya ribuan janji yang terucap begitu khusyuk namun tepat saat kaki ini terhenti di tempat janji itu harus dimanifestasikan kau hilang begitu saja meninggalkanku dengan semua kekosongan ini. Entah kemana semua semangat yang begitu berapi-api ketika kaki ini menekan pedal gas, kemana perginya semua tatapan optimismu yang terlihat dari spion motormu, tebakanku kau menghampiri jiwa lain yang sedang bermusafir dan membisikkan ide-ide radikalmu sebelum nantinya kau tinggalkan seperti yang sudah kau lakukan kepada diriku. Atau mungkin cuma aku yang kau perlakukan seperti wanita salah bungkus dari diskotik? Satu yang pasti perjalanan berikutnya kau pasti akan mengunjungiku lagi dan menyanyikan lagu lamamu yang walaupun muak aku mendengarnya namun tetap kupinjamkan telinga ini. Jelas aku masih penasaran karena nampaknya omonganmu kali ini lebih khusyuk dari sebelumnya dan lebih masuk akal lagi. Ini akan menjadi titik balik ku setelah mendengarkannya. Namun lagi-lagi tepat saat standar motor kuturunkan dan belanjaan ini kuantarkan ke dalam kulkas ide-ide itu menjadi lebih dingin dari tembok es yang sudah menebal di dalam freezer. Aku tahu, kau akan kuberi nama si Paling Khusyuk. Akal sehatku menyarankan ku untuk tak lagi bersahabat denganmu, omonganmu tak begitu sehat untuk kukonsumsi harian. Tapi kurasa akal sehatku terlalu berlebihan, aku senang hidup dalam angan-angan dan hilang dalam awan tebal gelap itu. Rasanya membuatku pegal setelah mengenalmu apalagi jika sampai benar kulakukan semua bisikan maut mu pasti hidupku tidak akan senyaman sekarang. Biarkan saja aku hanyut dalam angin dingin yang kukenal itu, setidaknya dengan begitu citra diriku selamanya akan aman dalam genggamanku. Saatnya berangkat lagi dan biarkan si Paling Khusyuk yang memegang kemudi untuk hari ini. Kemana kita pergi hari ini Khus?
J-20230427